1. Kondisi sperma : Pada inseminasi, sperma calon ayah sebaiknya dalam kondisi normal. Di unit WIN Bali, sperma diambil dan dipilah, lalu dimasukan ke dalam rahim wanita. Sedangkan pada bayi tabung, salah satu indikasinya justru jika sperma calon ayah tidak dalam kondisi normal. Bayi tabung memungkinkan calon ayah dengan jumlah sperma sangat sedikit untuk memiliki buah hati. Sperma akan dipilih satu yang terbaik untuk dikawinkan dengan sel telur.
2. Kondisi saluran rahim/tuba falopii : Pada inseminasi, saluran rahim harus tidak tersumbat, karena pembuahan tetap harus terjadi secara alami. Pada tindakan bayi tabung, saluran rahim yang buntu adalah indikasi untuk dilakukan bayi tabung. Sel telur dipertemukan dengan sperma di luar rahim. Sehingga buntunya saluran rahim tidak menjadi halangan terjadinya pembuahan.
3. Jumlah sel telur : Pada program bayi tabung, stimulasi dilakukan dengan lebih ekstensif pada sel telur calon bunda dibandingkan pada inseminasi. Jika cadangan sel telur sedikit dan usia calon bunda > 35 tahun, dokter mungkin akan menyarankan calon ayah bunda mengikuti proses bayi tabung. Selain kemungkinan pembuahan lebih tinggi, cadangan sel telur juga dapat dibekukan untuk dipergunakan di kemudian hari.
4. Angka Keberhasilan : Bayi tabung memiliki angka keberhasilan lebih tinggi jika dibandingkan dengan inseminasi. Pada laporan tahunan EHSRE, Inseminasi memiliki angka keberhasilan kelahiran bayi 8,6%. Sedangkan Bayi tabung sebesar 22,2%. Untuk mengetahui proses inseminasi dan bayi tabung lebih lanjut calon ayah bunda bisa mengunjungi halaman ini.